Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Program Indonesia Pintar

Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Program Indonesia Pintar

Program Indonesia Pintar diatur dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan/Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Program Indonesia Pintar. Program Indonesia Pintar yang selanjutnya disingkat PIP adalah bantuan berupa uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah yang diberikan kepada peserta didik dan mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin untuk membiayai pendidikan.

SEKILAS PROGRAM INDONESIA PINTAR BERDASARKAN PERMENDIKBUD NOMOR 10 TAHUN 2020

Program Indonesia Pintar merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendukung pelaksanaan pendidikan menengah universal atau rintisan wajib belajar 12 (dua belas) tahun dan untuk meningkatkan perluasan akses dan kesempatan belajar di perguruan tinggi. Oleh karena itu pemerintah perlu memberikan bantuan pendidikan dan afirmasi pendidikan tinggi kepada peserta didik dan mahasiswa.

Seperti halnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang lain, Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020 ini pada Pasal 1 berisi tentang definisi teknis peraturan tersebut. Berikut adalah kutipannya.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Program Indonesia Pintar yang selanjutnya disingkat PIP adalah bantuan berupa uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah yang diberikan kepada peserta didik dan mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin untuk membiayai pendidikan.
  2. Peserta Didik adalah anggota masyarakat yang berusahamengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
  3. Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi.
  4. Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.
  5. Kartu Indonesia Pintar yang selanjutnya disingkat KIP adalah kartu yang diberikan kepada Peserta Didik pada satuan pendidikan formal atau nonformal sebagai penanda atau identitas untuk mendapatkan PIP.
  6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
  7. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
Selanjutnya, Pasal 2 dan seterusnya dikutipkan sebagai berikut.

Pasal 2

a. bagi pendidikan dasar dan pendidikan menengah:

1. meningkatkan akses bagi anak usia 6 (enam) tahun sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah untuk mendukung pelaksanaan pendidikan menengah universal/rintisan wajib belajar 12 (dua belas) tahun;
2. mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah (drop out) atau tidak melanjutkan pendidikan akibat kesulitan ekonomi; dan/atau
3. menarik siswa putus sekolah (drop out) atau tidak melanjutkan agar kembali mendapatkan layanan pendidikan di sekolah, sanggar kegiatan belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, lembaga kursus dan pelatihan, satuan pendidikan nonformal lainnya, atau balai latihan kerja;

b. bagi pendidikan tinggi:

1. meningkatkan perluasan akses dan kesempatan belajar di Perguruan Tinggi bagi Mahasiswa warga negara Indonesia yang tidak mampu secara ekonomi;
2. meningkatkan prestasi Mahasiswa pada bidang akademik dan nonakademik;
3. menjamin keberlangsungan studi Mahasiswa yang berasal dari daerah terdepan, terluar, atau tertinggal, dan/atau menempuh studi pada perguruan tinggi wilayah yang terkena dampak bencana alam atau konflik sosial; dan/atau
4. meningkatkan angka partisipasi kasar pendidikan tinggi.

Pasal 3

PIP dilaksanakan dengan berdasarkan prinsip:

a. efisien, yaitu menggunakan dana dan daya yang ada untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu singkat, cepat, dan dapat dipertanggungjawabkan;
b. efektif, yaitu sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar- besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan;
c. transparan, yaitu menjamin adanya keterbukaan yang memungkinkan masyarakat dapat mengetahui dan mendapatkan informasi mengenai PIP;
d. akuntabel, yaitu pelaksanaan kegiatan dapat dipertanggungjawabkan;
e. kepatutan, yaitu penjabaran program/kegiatan dilaksanakan secara realistis dan proporsional; dan
f. manfaat, yaitu pelaksanaan program/kegiatan yang sejalan dengan prioritas nasional.

Pasal 4

(1) PIP yang diperuntukkan bagi anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai dengan tamat satuan pendidikan dasar dan menengah, dengan prioritas sasaran:

a. Peserta Didik pemegang KIP;
b. Peserta Didik dari keluarga miskin/rentan miskin dan/atau dengan pertimbangan khusus seperti:

1. Peserta Didik dari keluarga peserta Program Keluarga Harapan;
2. Peserta Didik dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera;
3. Peserta Didik yang berstatus yatim piatu/yatim/piatu dari sekolah/panti sosial/panti asuhan;
4. Peserta Didik yang terkena dampak bencana alam;
5. Peserta Didik yang tidak bersekolah (drop out) yang diharapkan kembali bersekolah;
6. Peserta Didik yang mengalami kelainan fisik, korban musibah, dari orang tua yang mengalami pemutusan hubungan kerja, di daerah konflik, dari keluarga terpidana, berada di Lembaga Pemasyarakatan, memiliki lebih dari 3 (tiga) saudara yang tinggal serumah; atau
7. Peserta pada lembaga kursus atau satuan pendidikan nonformal lainnya.

(2) Anak yang termasuk dalam prioritas sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh sekolah, sanggar kegiatan belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, lembaga kursus, lembaga pelatihan, atau pemangku kepentingan.

Pasal 5

PIP yang diperuntukkan bagi Mahasiswa yang diterima di Perguruan Tinggi termasuk penyandang disabilitas dengan prioritas sasaran:

a. Mahasiswa pemegang KIP merupakan peserta didik lulusan Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat yang telah memiliki KIP;
b. Mahasiswa dari keluarga miskin/rentan miskin dan/atau dengan pertimbangan khusus seperti:

1. Mahasiswa dari keluarga peserta Program Keluarga Harapan;
2. Mahasiswa dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera; atau
3. Mahasiswa dari panti sosial/panti asuhan.

c. Mahasiswa yang:

1. berasal dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal;
2. orang asli Papua sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai otonomi khusus bagi Provinsi Papua; atau
3. anak tenaga kerja Indonesia yang berlokasi di daerah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Mahasiswa warga negara Indonesia yang berada atau melaksanakan pendidikan tinggi pada wilayah Indonesia atau luar negeri yang mengalami:

1. bencana alam;
2. konflik sosial; atau
3. kondisi lain berdasarkan pertimbangan Menteri.

Pasal 6

(1) Peserta Didik/Mahasiswa dapat dibatalkan sebagai penerima KIP melalui penetapan pembatalan penerima KIP oleh kuasa pengguna anggaran.
(2) Penerima KIP yang dapat dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika penerima KIP:

a. meninggal dunia;
b. putus sekolah/tidak melanjutkan pendidikan;
c. tidak diketahui keberadaannya;
d. menolak menerima KIP;
e. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
f. terbukti melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau
g. tidak lagi memenuhi ketentuan prioritas sasaran sebagai penerima PIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5.

(3) Pembatalan oleh kuasa pengguna anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan setelah mendapatkan pemberitahuan secara tertulis dari:

a. kepala dinas yang menyelenggarakan urusan pendidikan sesuai dengan kewenangannya bagi Peserta Didik penerima KIP; atau
b. pemimpin Perguruan Tinggi bagi Mahasiswa penerima KIP.

Pasal 7

(1) Menteri menyediakan KIP berdasarkan data anak usia 6 (enam) tahun sampai dengan usia 21 (dua puluh satu) tahun dan Mahasiswa dari keluarga miskin atau rentan miskin yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
(2) Dalam hal data anak usia 6 (enam) tahun sampai dengan usia 21 (dua puluh satu) tahun dan Mahasiswa dari keluarga miskin atau rentan miskin tidak terdapat pada data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menggunakan data sejenis yang bersumber dari usulan satuan pendidikan.
(3) Data sejenis lainnya yang diusulkan oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat bersumber dari pemangku kepentingan yang memiliki komitmen terhadap kemajuan pendidikan formal dan nonformal.

Pasal 8

Pembiayaan pencetakan KIP dapat dibebankan pada anggaran Kementerian atau dibebankan kepada mitra penyalur sesuai dengan kuota nasional masing-masing.

Pasal 9

Penyaluran dan pengelolaan PIP dilaksanakan oleh unit kerja pada Kementerian yang membidangi urusan layanan pembiayaan pendidikan.

Pasal 10

(1) Unit kerja pada Kementerian yang membidangi urusan layanan pembiayaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sebagai pengelola PIP tingkat pusat bertugas:

a. menyusun petunjuk pelaksanaan PIP;
b. menerima usulan penerima PIP dari Perguruan Tinggi, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi, dinas pendidikan provinsi, atau dinas pendidikan kabupaten/kota;
c. melakukan validasi usulan penerima PIP dari Perguruan Tinggi, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi, dinas pendidikan provinsi, atau dinas pendidikan kabupaten/kota;
d. melakukan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan PIP;
e. menyalurkan PIP;
f. menghimpun dan melayani pengaduan masyarakat terkait dengan PIP;
g. melakukan pemantauan dan evaluasi implementasi PIP; dan
h. melaporkan pelaksanaan PIP.

(2) Petunjuk pelaksanaan PIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian.

Pasal 11

(1) Pengelola PIP tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota, atau Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi bertugas:

a. mengusulkan Peserta Didik/Mahasiswa calon penerima PIP dari satuan pendidikan di wilayahnya;
b. melakukan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan PIP di wilayahnya;
c. menghimpun dan melayani pengaduan masyarakat di wilayahnya; dan
d. melakukan pemantauan dan evaluasi implementasi PIP di wilayahnya.

(2) Pengelola PIP tingkat provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengelola dinas pendidikan provinsi.
(3) Pengelola PIP tingkat kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengelola dinas pendidikan kabupaten/kota.
(4) Pengelola PIP Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengelola Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi.

Pasal 12

(1) Pengelola PIP tingkat satuan pendidikan merupakan sekolah, Perguruan Tinggi, sanggar kegiatan belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, atau lembaga kursus dan pelatihan yang ditunjuk, dengan rincian tugas meliputi:

a. mengusulkan Peserta Didik/Mahasiswa calon penerima PIP sesuai dengan persyaratan;
b. memantau dan membantu kelancaran proses pengambilan PIP; dan
c. menerima anak usia 6 (enam) tahun sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun pemegang KIP yang belum/putus sekolah.

(2) Peserta Didik/Mahasiswa calon penerima PIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diusulkan ke unit kerja pada Kementerian yang membidangi urusan layanan pembiayaan pendidikan melalui pengelola PIP tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota, atau Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi sesuai kewenangannya.

Pasal 13

(1) Pendanaan pengelolaan PIP pada tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi, kabupaten/kota dan/atau sumber lain yang tidak mengikat.
(2) Pendanaan pengelolaan PIP pada Perguruan Tinggi dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau sumber lain yang tidak mengikat.

Pasal 14

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a. Peserta Didik penerima PIP yang telah mendapatkan layanan pendidikan sampai dengan satuan pendidikan menengah;
b. Mahasiswa yang telah menerima bantuan biaya pendidikan tinggi; dan
c. Mahasiswa yang telah menerima afirmasi pendidikan tinggi, tetap menerima PIP, bantuan biaya pendidikan tinggi, atau afirmasi pendidikan tinggi sampai dengan jangka waktu pemberian berakhir.

Pasal 15

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2016 tentang Program Indonesia Pintar (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 840) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 9 Tahun 2018;
b. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 27 Tahun 2018 tentang Afirmasi Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1100); dan
c. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 6 Tahun 2019 tentang Bantuan Biaya Pendidikan bagi Mahasiswa Miskin Berprestasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 239), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 16

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

DOWNLOAD PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN/PERMENDIKBUD NOMOR 10 TAHUN 2020 TENTANG PROGRAM INDONESIA PINTAR

Program Indonesia Pintar diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk dapat mengakses hak pendidikan seluas-luasnya dengan memberikan bantuan kepada para peserta didik yang tidak dapat atau terancam meneruskan sekolah. Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020 ini tentu saja menjadi jawaban bagi mereka yang menjadi sasaran Program Indonesia Pintar ini.

Pembaca yang hendak membaca Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020 ini dengan lebih leluasa disarankan untuk melakukan download atau unduhan berkas Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020 ini. Berkas unduhan berekstensi pdf yang merupakan ekstensi berkas yang sudah dikenal dan menjadi standar format berkas.

Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020 tentang Program Indonesia Pintar ini dapat di-download dengan melakukan klik pada ikon download di bawah ini.
Download Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan/Permendikbud Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Program Indonesia Pintar

Posting Komentar untuk "Program Indonesia Pintar "